MAGELANG - Apa yang ada dibenak pembaca ketika mendengar kata Wartawan?, masyarakat umum terkhusus bagi yang masih awampun masih banyak yang belum memahami tugas pokok dan fungsi profesi mulia ini, sehingga sering salah persepsi stigma atas pekerjaan wartawan. Selasa (12/10/2021).
Maka dari itu, kali ini penulis ✍️akan mengulas sedikit pemahaman tentang profesi wartawan, agar dapat mengubah asumsi negatif bagi yang kurang memahaminya.
Secara garis besar wartawan iyalah profesi mulia, dengan tugas mencari, memilih, menulis hingga mengolah pemberitaan untuk kemudian disajikan kepada masyarakat umum melalui perusahan Pers, baik itu media cetak/koran, radio, televisi, dan online yang dinaungi wartawan itu masing-masing.
Dalam penulisan pemberitaan, Wartawan juga mengacu pada unsur 5W+1H yaitu What, Who, When, Why, Where, How yang berarti Apa, Siapa, Kapan, Mengapa, Dimana, Bagaimana.
Bahkan dampak dari tulisan wartawan juga memiliki peranan sebagai sarana informasi, mencerdaskan anak bangsa, dan mengedukasi melalui karya tulisnya.
Terlebih, dalam menjalankan tugasnya, wartawan berpedoman pada Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Bahkan, Media sebagai pilar ke empat demokrasi setelah legislatif, eksekutif, yudikatif, membuat Wartawan harus menjaga marwah citra yang baik dan bersifat independen.
Akan tetapi terkadang wartawan juga perlu melakukan penyamaran dan menyembunyikan identitasnya ketika melakukan investigasi di lapangan untuk pengawasan sebagai sosial kontrol.
Baca juga:
The Power Of Bio Energy
|
Biasanya investigasi dilakukan untuk mengungkap sebuah fakta-fakta tertentu, apalagi yang bertentangan dengan peraturan hukum negara.
Lantas kenapa identitas disembunyikan atau dilakukan penyamaran?, ini berguna demi keamanan saat investigasi dan mudah mendapatkan informasi kebenaran terhadap fakta tabir yang ingin diungkap.
Sayangnya, saat ini sering terjadi ketika wartawan mengungkap dan memberitakan suatu kebenaran yang melanggar hukum berdasarkan fakta-fakta yang telah didapat dari hasil infestigasi, wartawan tersebut kadang mendapat kecaman, teror, kekerasan bahkan ada pula wartawan yang sampai tewas terbunuh lantaran mengungkap pelanggaran hukum atau mengkritisi penguasa.
Lantaran perihal itulah ada istilah tulisan pena seorang wartawan mampu mengguncang dunia, tapi tidak dengan lima butir peluru.
Menanggapi tentang kebebasan pers artinya wartawan memiliki kebebasan untuk mengkritik dan menentang.
Sayangnya kini jika tulisan wartawan bersifat mengkritisi, malah justru dianggap menjelek-jelekan suatu institusi yang dikritisi tersebut. Padahal kritikan yang dimaksud bertujuan untuk membangun agar lebih baik lagi kedepannya.
Lantas, dengan tugas yang dapat dibilang mudah tapi sulit dan penuh tantangan serta penuh resiko ini, pernahkah pembaca berfikir berapa gaji atau dari mana pendapatan wartawan?
Untuk diketahui, biasanya bagi wartawan daerah di Kabupaten, mereka mendapatkan penghasilan dari menjalin kerjasama dengan satuan kerja pemerintah atau pihak perusahaan swasta dan sebagainya melalui publikasi pemberitaan atau iklan.
Namun ada sebagian perusahaan media juga yang memang sudah memberikan gaji pokok bagi para wartawannya, meskipun jauh dari kata layak.
Tapi mirisnya, belakangan terdengar profesi yang mulia ini kerap sekali disalah gunakan sejumlah oknum mengatas namakan wartawan demi meraup uang dengan cara salah seperti pemerasan yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik sebagai etika kewartawanan.
Maka dari itu sering tersiar oknum wartawan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh petugas kepolisian. Biasanya target oknum-oknum tersebut iyalah kepala desa, kepala sekolah hingga masyarakat pemegang kegiatan anggaran negara.
Lantaran perihal itulah, citra wartawan kerap cidera sehingga menjadi momok bagi mereka yang kurang memahaminya. Bahkan karena ini pula tidak sedikit bagi pemangku jabatan yang alergi terhadap penggiat profesi tersebut lantaran ulah oknum-oknum nakal itu.
Jadi kesimpulannya, profesi wartawan ini begitu mulia karena wartawan bertugas menyiarkan informasi melalui berita yang akurat, berimbang dan terpercaya, bukan justru pembawa petaka. (*)
Editor : Agung Lbs