Sejarah Cagar Budaya Candi Asu di Kecamatan Dukun

    Sejarah Cagar Budaya Candi Asu di Kecamatan Dukun
    Foto: Candi Asu di Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

    MAGELANG - Candi Asu berlokasi di Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini terletak di lereng Gunung Merapi di dekat pertemuan Sungai Pabelan dan Sungai Telingsing, kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari Candi Ngawen. Di dekatnya juga terdapat dua buah candi Hindu lainnya, yaitu Candi Pendem dan Candi Lumbung. Sabtu (17/7/2021).

    Candi ini merupakan candi peninggalan jaman kerajaan Mataram Kuno dari trah Wangsa Sanjaya (Mataram Hindu). Candi ini berada di lereng Gunung Merapi sebelah barat di tepian Sungai Tlingsing Pabelan.

    Nama candi Asu berasal dari nama Asu, dan baru diberikan oleh masyarakat sekitar sewaktu candi ini pertama kali ditemukan. Nama yang asli sebenarnya belum diketahui secara pasti dan ada 4 versi terkait penamaannya.

    Versi pertama adalah nama Candi Asu diberikan karena sewaktu pertama kali ditemukan ada sebuah patung Lembu Nandhi yang wujudnya telah rusak dan lebih mirip menyerupai Asu, maka warga menyebutnya dengan Candi Asu.

    Versi kedua adalah nama candi tersebut diberikan oleh masyarakat setempat karena arca lembu Nandi yang ada di kompleks candi menyerupai anjing.

    Versi ketiga adalah penamaan Asu kepada candi ini disebabkan oleh banyaknya anjing di sekitar lokasi ini.

    Versi keempat adalah asu istilah pergeseran dari “aso” yang berarti istirahat dalam bahasa Jawa.

    Badan candi terdapat relief hiasan flora di empat sisi dinding candi dan terdapat relief Kinara-Kinari atau burung sebagai hiasan plisir yang mengitari dinding candi. Relief Kinara-Kinari ini sebenarnya banyak terukir di candi-candi lain peninggalan Mataram Kuno di Jawa Tengah, seperti di Candi Plaosan, Ratu Boko, dan Candi Ijo.

    Dinding luar Candi Asu dibentuk sebagai alas dengan dinding bagian dalam yang berfungsi sebagai pondasi. Di antara dua tembok tersebut, areal tersebut telah diisi dengan dua meter bebatuan dan tanah, kemudian di atasnya diaspal. Sisa ruang yang tersisa untuk patung tengah ditempatkan. Di dinding luar bagian barat, sisa batu, membentuk tangga.

    Candi Asu merupakan candi sepotong yang hilang bagian atapnya berdiri menghadap ke arah barat, berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7, 94 meter kali 7, 94 meter. Tinggi kaki candi setinggi 2, 5 meter, tinggi tubuh candi setinggi 3, 35 meter, tinggi sesungguhnya candi tidak diketahui secara pasti karena bagian atap candi telah hilang.

    Meski atap candi saat ini sudah tidak ada patut diduga bahwa atap candi berbentuk kubah, hal ini dapat dilihat dari potongan batu yang jika dibentuk akan menyerupai kubah. Di bagian dalam candi terdapat patung sapi atau nandhi, juga terdapat sumur berbentuk kotak yang kedalamannya mencapai 3 meter dengan lebar berukuran 1, 3 meter kali 1, 3 meter. Fungsi sumur belum diketahui secara pasti, meski didinding sumur masih terlihat jelas bekas ketinggian debit air.

    Dari sinilah muncul dugaan bahwa candi ini dulu adalah tempat persinggahan atau pertapaan para brahman. Melihat posisi candi yang membelakangi Gunung Merapi, tentu keberadaan candi di Sengi ini memiliki makna sakral dalam perkembangan budaya Hindu-Buddha waktu itu.

    Dari beberapa prasasti yang ditemukan di sekitar candi tersebut, dapat diindentifikasi diantaranya Prasasti Sri Manggala I bertarikh tahun 796 Saka adalah tahun 874 Masehi dan Sri Manggala II bertarikh tahun 798 Saka atau tahun 876 Masehi serta Prasasti Kurambitan, dari catatan pada prasasti tersebut dapat diperkirakan bahwa candi ini dibangun pada sekitar tahun 791 Saka tahun 869 Masehi, semasa Rakai Kayuwangi dari Wangsa Sanjaya berkuasa.

    Dalam prasasti-prasasti tersebut juga disebutkan bahwa Candi Asu merupakan tempat suci untuk melakukan pemujaan, baik pemujaan kepada arwah leluhur maupun para arwah raja-raja serta dewa-dewa.

    Kita tinggal di Nusantara. Budaya di Nusantara, adalah milik kita. Karena kitalah, pemilik sesungguhnya Budaya Nusantara. Sepatutnya, Budaya di Nusantara ini, kita jaga, kita rawat, dan kita lestarikan. Karena Budaya kita, Budaya Nusantara.(**)

    Editor : Agung Lbs

    Agung Libas

    Agung Libas

    Artikel Sebelumnya

    Polres Magelang Luncurkan 4.500 Paket Sembako...

    Artikel Berikutnya

    Petugas Gabungan Bersama Pemkab Magelang...

    Berita terkait